Oleh Abdul Ghany Jahengeer Khan
Review of Religions *, Pebruari 2002, vol.97, Issue 02
Islam berarti
agama yang
damai. Seseorang yang
mengikuti Islam akan menemukan bahwa dirinya dilingkupi oleh ajaran
luhur yang bertujuan untuk mendirikan perdamaian antara manusia dengan
Allah, Pencipta segala makhluk; antara sesama manusia; dan antara
manusia dengan makhluk Allah lainnya. Bagaimana mungkin agama semacam
ini dapat berurusan dengan isu-isu t
erorisme? Dan apakah arti
kata terorisme? Beberapa kamus mendefinisikan teroris sebagai orang yang
secara sistematis menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk mencapai
tujuan-tujuan politik atau seseorang yang menguasai atau memaksa pihak
lain untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan kekerasan, ketakutan
atau ancaman.
Definisi-definisi tadi tercakup dalam Al-Quran dengan dua kata, yaitu
fitnah dan ikrah. Di dalam Al-Quran, pada bagian yang pertama, Tuhan
memulai membicarakan isu terorisme dengan mengajarkan kaum Muslim agar
jangan pernah menjadi teroris. Dua dari ayat-ayat awal dari keseluruhan
Al-Quran menyebutkan, “Fitnah itu lebih besar dari pembunuhan” (Qs.
2:218) atau di sisi Allah penganiayaan, atau membuat orang lain
ketakutan secara terus-menerus dalam kehidupan mereka, ialah lebih besar
keburukannya dibanding melakukan pembunuhan. Dan selanjutnya “Tidak ada
paksaan dalam agama” (Qs. 2 : 257), yaitu, tidak ada satu pun yang
memiliki hak untuk memaksa pihak lain untuk memenuhi tuntutan mereka
atau memaksa pihak lain untuk mengikuti cara berpikir mereka.
Allah Yang Maha Kuasa memperingatkan orang-orang yang beriman
berkali-kali agar mereka tidak menjauh dari-Nya yang merupakan Sumber
segala kebaikan. Allah mengingatkan kita bahwa barangsiapa yang menjauh
dari-Nya dan membuang segala kebaikan, dan membebaskan diri mereka
sendiri dari tata susila dialah yang pada akhirnya mengambil jalan
menteror pihak lain, memaksa mereka agar memenuhi tuntutan. Orang-orang
yang beriman berulang-ulang diperingatkan bahwa mereka akan kehilangan
kasih Allah dan rahmat-Nya bila mereka mulai berperilaku di jalan teror
itu.
Mengamalkan Nilai-nilai Kema-nusiaan Yang Tinggi
Tetapi Islam tidak hanya melarang dengan keras kaum Muslim menjadi
teroris. Islam juga memastikan bahwa kaum beriman diciptakan untuk
mencapai akhlak yang tinggi, berperilaku adab yang baik, dengan
menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia yang bisa mengubah mereka
menjadi orang-orang yang mencintai umat manusia dengan tulus tanpa
membeda-bedakan perbedaan agama, ras maupun status sosial. Tidak ragu
lagi bahwa Islam menganjurkan diskusi yang atas dasar rasional dan
logika dengan orang dari semua agama dan kepercayaan dengan cara nyaman
dan tidak memihak, yang bertujuan kebenaran unggul di atas kekeliruan
dan kesalahan. Tetapi perlu diingat, bahwa salah sama sekali untuk
membenci orang yang keliru dan salah. Orang yang sayangnya memegang
prinsip yang salah jangan pernah dibenci. Itulah sebabnya motto Jemaat
Ahmadiyah ialah “Love for all hatred for none” (cinta bagi semua tiada
benci bagi siapapun).
Di dalam Islam tekanan kuat yang menakjubkan diletakkan dalam
meningkatkan kecintaan kepada umat manusia dan pentingnya menunjukkan
kasih dan simpati kepada setiap makhluk Allah, termasuk manusia dan
hewan. Sebenarnya cinta dan simpati yang sejati ialah penangkal
terorisme. Diriwayatkan oleh Aisyah r.a., istri Nabi Muhammad s.a.w.,
bahwa beberapa orang Arab gurun datang kepada beliau s.a.w. dan
bertanya: “Apakah anda mencium anak-anak anda?” Beliau s.a.w. menjawab:
“Ya” Mereka berkata: “Kami belum pernah mencium mereka.” Rasulullah
s.a.w. bersabda:” Apa yang bisa saya lakukan jika hatimu telah kosong
dari rasa kasih?” Beliau s.a.w. juga menyatakan bahwa Allah tidak
mengasihi orang yang tidak mengasihi sesamanya.
Standar rasa kasih ditunjukkan oleh Rasulullah s.a.w.. tidak bisa selain
menakjubkan seseorang yang mengetahui betapa kasar dan keras masyarakat
di mana beliau s.a.w. lahir. Abu Qatadah r.a. meriwayatkan bahwa
Rasulullah s.a.w. menceritakan kepadanya:
“Suatu kali saya berdiri untuk memimpin shalat, terbersit dalam pikiran
saya untuk memperpanjang shalat. Lalu saya mendengar tangis bayi dan
saya kemudian mempersingkat shalat khawatir jangan-jangan menyusahkan
ibu bayi tersebut.”
Jauh dari menghasut kebencian dan perilaku agresif, Islam justru
memerintahkan kebaikan dan simpati bagi semua. Nabi Muhammad s.a.w.
bersabda:
“Derma (sedekah) ialah suatu kewajiban bagi setiap bagian tubuh setiap
hari di mana matahari biasa terbit. Mendamaikan orang yang bertengkar
ialah suatu derma. Membantu orang yang menaiki binatang tunggangannya
atau menaikkan barang muatan ke atasnya ialah suatu derma. Perkataan
yang baik ialah suatu derma. Memindahkan sesuatu dari jalan yang
menyebabkan gangguan ialah suatu derma.”
Beliau s.a.w.. tidak henti-hentinya mengingatkan kaum Muslim agar berperilaku baik kepada tetangga, sabdanya:
“Tidak akan masuk surga barangsiapa yang tetangganya tidak selamat dari keburukannya.” Beliau s.a.w.. juga menyatakan:
“Demi Dia yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk
surga jika kalian tidak beriman, dan kalian tidak akan menjadi orang
beriman yang sejati jika kalian tidak mencintai satu dengan yang lain.
Maukah kuberitahukan sesuatu yang dengannya kalian akan mencintai satu
dengan yang lain? Sebarkanlah salam di antara kalian.”
Suatu kali beliau s.a.w. menemukan induk burung memukulkan sayapnya
sendiri di atas tanah dengan gelisah. Lalu beliau s.a.w.. menanyai para
sahabat: “Apa yang terjadi?” Mereka menjawab: “Kami menangkap
anak-anaknya dari sarangnya.” Rasulullah s.a.w.. bersabda: “Kembalikan
anak-anak burung itu kepadanya. Tidak ada ibu yang pasti tersiksa
disebabkan anaknya.” Suatu peristiwa salah seorang sahabatnya membakar
sebuah sarang semut. Beliau s.a.w.. segera menyatakan agar segera
memadamkan api tersebut dan bersabda: “Tidak ada yang memiliki hak untuk
menyiksa sesuatu yang lain dengan api.”(Abu Dawud).
Mengedepankan Pentingnya Dialog; Piagam Madinah
Allah berfirman di dalam Al Quran surah Ali ‘Imran ayat 135 bahwa orang
beriman yang sejati ialah: “…mereka yang menahan marah dan memaafkan
manusia…”, demikian pula Nabi Karim Muhammad s.a.w.. bersabda: “Allah
itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam semua hal. Permudahlah dan
jangan dipersulit mereka. Gembirakanlah orang-orang dan jangan membuat
sedih mereka.”
Adalah jelas bahwa orang beriman yang sejati, dan segala orang jujur dan
baik selalu menerima sasaran dari terorisme, tidak pernah melakukannya.
Kapan saja kecenderungan seperti itu muncul di sebuah masyarakat
sehingga rasa damai menjadi terganggu dan masyarakat hidup dalam
ketakutan, kaum Muslim diperintahkan untuk menangkis mereka terlebih
dahulu dengan mengadakan tukar pikiran dengan pihak yang bertanggung
jawab dalam gangguan itu. Al-Qur’an menyatakan: “Panggillah kepada jalan
Tuhan engkau dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik, dan hendaknya
bertukar-pikiran dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya” (Qs.
An-Nahl:126). Dan Al Qur’an secara berulang-ulang memberitahukan kita
agar mencari perlindungan dari Allah dengan sabar dan doa. Tetapi
bilamana bertukar pikiran dengan orang-orang seperti itu cenderung
memburuk dan berdoa untuk mereka tidak berhasil membawa perubahan pada
tindakan mereka, selanjutnya Allah berfirman lagi pada bagian akhir
Surah An-Nahl , yaitu : “Dan jika kamu memutuskan akan menghukum
orang-orang yang aniaya, maka hukumlah mereka setimpal dengan kesalahan
yang dilakukan terhadap kamu” (Qs.16:127).
Allah Yang Maha Kuasa memerintahkan kaum muslimin bahwa ketika segala
sesuatu mulai tidak dapat dikendalikan, mereka seharusnya menyatukan
kekuatan untuk menegakkan perdamaian dengan menggunakan kekuatan yang
masuk akal. Kaum muslim telah diperintahkan oleh Nabi Muhammad s.a.w..
agar bekerjasama jika perlu dengan pengikut dari agama lain untuk
melakukan hal yang sama. Di dalam dokumen terkenal yang disebut Piagam
Madinah Rasulullah s.a.w.. mendeklarasikan:
Pasal 1. Ini ialah perjanjian dari Muhammad, Utusan Allah di antara
orang- orang yang beriman dan Muslim dari Suku Quraisy dan penduduk
Yatsrib dan di antara orang-orang yang mengikuti mereka dan bergabung
dengan mereka dalam bertempur (melawan musuh bersama).
Pasal 2. Dan mereka merupakan sebuah umat yang satu terpisah dari pihak lain.
Pasal 25. Dan juga kaum Yahudi dari suku ‘Auf merupakan umat yang satu
dengan orang-orang yang beriman- sekalipun kaum Yahudi akan mengikuti
agama mereka sendiri dan kaum Muslim akan mengikuti agama mereka
sendiri- dan ini akan termasuk kedua pihak sekutu dan diri mereka
sendiri.(Dikutip dari Reuben Levy dalam ‘Sociology of Islam, part 1,
hal. 279-282).
Di dalam piagam ini, semua penduduk kota Yatsrib atau Madinah diseru
untuk bergabung dalam melawan kekuatan yang meneror warga kota. Kaum
Muslim dibuat berjanji bahwa mereka akan menolong mempertahankan dengan
sebaik-baiknya pengikut agama lain dari ketidakadilan dan serangan
kejam. Sebagai contoh, dalam sebuah piagam beliau s.a.w.. untuk
sepanjang masa yang ditujukan kepada semua orang Kristen yang hidup
sebagai warga di dalam kekuasaan kaum Muslim, Muhammad s.a.w..
menyatakan :
”Aku berjanji bahwa seorang rahib atau musafir yang mencari pertolongan
baik dia di atas gunung-gunung, di hutan-hutan, gurun-gurun atau tempat
tinggal atau di tempat peribadatan, aku pasti akan menolak
musuh-musuhnya dengan segenap sahabat-sahabatku dan penolong-penolong,
dengan semua kerabatku dan dengan semua orang yang menyatakan
mengikutiku dan aku akan mempertahankan mereka, karena mereka berada
dalam perjanjian denganku. Dan aku akan membela orang yang berada dalam
perjanjian denganku dari penganiayaan, kerugian dan keadaan yang
menghinakan dari musuh-musuh mereka sebagai ganti dari jizyah (semacam
pajak) yang telah mereka janjikan untuk dibayarkan. Jika mereka lebih
suka mempertahankan sendiri harta benda dan warga mereka, mereka akan
diijinkan untuk melakukan hal itu dan tidak akan dibiarkan dalam
kesusahan sebagai bentuk rasa tanggung jawab.
Tidak ada paderi atau pendeta yang akan dikeluarkan dari tempatnya,
tidak ada biarawan yang akan dikeluarkan dari biaranya, dan tidak ada
pendeta yang akan dikeluarkan dari tempat ibadahnya dan tidak ada
peziarah yang akan ditawan dalam perjalanan ziarahnya. Tidak ada satupun
gereja dan tempat ibadah mereka yang lain akan dirusak atau dimusnahkan
atau dibongkar. Tidak ada satupun dari bahan-bahan bangunan gereja
mereka, yang akan digunakan untuk membangun mesjid atau rumah-rumah
untuk kaum Muslim, setiap Muslim yang melakukan hal itu akan dinilai
sebagai orang fasik atau pembangkang terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Biarawan dan rahib tidak akan dikenakan pajak atau ganti rugi baik
mereka tinggal di hutan-hutan atau di atas sungai-sungai, di timur atau
di barat, di utara atau di selatan. Aku akan menyampaikan pada mereka
kata-kata penghormatanku. Mereka adalah orang yang berada dalam
perjanjian denganku dan akan menikmati kebebasan dari segala macam
gangguan. Setiap bantuan akan diberikan pada mereka dalam perbaikan
gereja mereka. Mereka akan dibebaskan dari ketentaraan. Mereka harus
dilindungi oleh kaum Muslim. Biarlah piagam ini tidak dilanggar hingga
Hari Penghakiman.” (Dikutip dari Baladhari).
Salah Satu Fungsi Perang Menurut Ajaran Islam
Di
dalam Islam, setiap usaha tidak hanya untuk melindungi kaum Muslim,
tetapi juga para pengikut dari agama lain. Allah Ta’ala berfirman :
“…Dan sekiranya Allah tidak menangkis sebagian orang dengan perantaraan
sebagian yang lain, niscayalah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani
dan rumah-rumah ibadat Yahudi serta mesjid-mesjid yang di dalamnya
banyak disebut telah dibinasakan…” (QS 22 : 41)
Walau bagaimanapun, kaum Muslim telah diperingatkan oleh Pendiri Islam,
Nabi Muhammad, Utusan Allah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwa ketika
mereka memasuki wilayah orang-orang yang sedang meneror dan menganiaya
mereka dengan kasar, mereka tidak boleh kehilangan akal sehat dan sikap
adil, dan tergiur untuk memulai melakukan tindakan kejam, seperti yang
dilakukan oleh para peneror atau teroris. Kejahatan terburuk dari rasa
tidak berterima kasih akan dilakukan oleh orang-orang yang telah
melupakan bahwa mereka telah baru saja menjadi sasaran dari kekejaman
yang buruk, mulai membagikan hal yang sama, yang jika tidak lebih buruk,
akan berlaku kejam kepada pihak lain. Nabi s.a.w.. memerintahkan :
“Kalian akan bertemu dengan orang yang mengingat Allah di tempat ibadah
mereka. Janganlah berselisih dengan mereka, dan memberi masalah kepada
mereka. Di negeri musuh, janganlah membunuh wanita dan anak-anak, jangan
pula membunuh orang yang buta dan orang tua. Janganlah menebang pohon,
jangan pula meruntuhkan gedung-gedung” (Dikutip dari Halbiyyah, vol. 30
Jadi, jihad yang hanya diperbolehkan oleh Islam ialah perang orang yang
teraniaya melawan orang yang menganiaya, berperang untuk melindungi
perdamaian semua orang tanpa memandang agama atau kepercayaan mereka.
Taktik-taktik semacam bom bunuh diri, dan lain sebagainya sebetulnya
mutlak tidak ada dalam kamus orang beriman yang sejati. Allah Ta’ala
berfirman : “…Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya
Allah Maha Penyayang terhadapmu.” (Qs. 4: 0).
“…Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu dengan tanganmu sendiri ke dalam kebinasaan,…” (Qs. 2:196).
Islam dengan keras melarang membunuh orang yang tidak berdosa, orang
yang tidak menyerang : “…maka ingatlah bahwa tak boleh lagi ada
permusuhan kecuali terhadap orang-orang aniaya.” (Qs. 2 194).
Tiga ayat ini cukup untuk mencegah kaum Muslim dari menabrakkan pesawat
terbang ke arah gedung-gedung, atau mengirim pembom bunuh diri untuk
meledakkan penduduk yang tidak berdosa.
Sewaktu
orang jahat menghentikan kejahatan dan telah dihukum setimpal untuk
kejahatan mereka, kemudian Allah berfirman: “Dan, perangilah mereka
sehingga tidak ada gangguan lagi, dan agama itu dianut hanya untuk
Allah. Tetapi, jika mereka terhenti, maka ingatlah bahwa tak boleh lagi
ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang aniaya.” (2 : 194).
Kesimpulan
Kesimpulannya, Islam menganjurkan tiga langkah melawan terorisme:
- Memberikan
pendidikan moral yang istimewa kepada semua kaum Muslim, sehingga
mereka menjadi orang yang luhur, adil, bermoral, baik dan penuh cinta
yang dengannya menjamin bahwa mereka tidak akan pernah mengacaukan
kedamaian orang lain.
- Di mana pun kedamaian dikacaukan, mengadakan tukar pikiran dan
argumentasi dengan pelaku kejahatan, dan berdoa dengan tulus untuk
mereka, untuk merubah jalan yang mereka tempuh.
- Jika semua jalan tukar pikiran gagal, kemudian menggabungkan
kekuatan dengan semua orang baik untuk bertempur dengan para pengacau
hingga perdamaian dipulihkan, tetapi dengan tetap menjaga
ketentuan-ketentuan keadilan dalam pandangan.
Adalah
merupakan kepercayaan kita bahwa bukan hanya Islam, bahkan tidak ada
satupun agama, apapun namanya, dapat menyetujui kekerasan dan penumpahan
darah orang yang tidak berdosa, baik laki-laki, perempuan dan anak-anak
dengan mengatasnamakan Allah. Para teroris dapat saja menggunakan
label-label agama dan politik, tetapi tak ada satupun yang bisa ditipu
oleh kelicikan dan tipu muslihat mereka. Mereka tidak melakukan apapun
untuk agama. Mereka adalah musuh perdamaian. Mereka harus diperangi pada
setiap level seperti yang dianjurkan oleh Islam, agama perdamaian.